Istilah
biopori sudah tidak asing lagi di telinga kita. Biopori
merupakan lubang-lubang kecil pada tanah yang terbentuk akibat aktivitas
organisme dalam tanah seperti cacing, pergerakan akar-akar dalam tanah, rayap dan fauna tanah lainya. Lubang tersebut akan
berisi udara dan menjadi jalur mengalirnya air. Biopori
bukanlah suatu penemuan baru, karena biopori adalah lubang atau rongga dalam
tanah yang terbentuk secara alami. Dewasa ini, lahan sebagai tempat resapan biopori
semakin berkurang., disertai dengan penggunaan air
tanah yang sangat berlebihan menyebabkan penurunan permukaan tanah serta
mengakibatkan sulitnya untuk mendapatkan air berkualitas baik dan cukup.
Di daerah perkotaan, keberadaan pepohonan semakin tergusur oleh
bangunan-bangunan sehingga lubang biopori menjadi semakin langka. Contoh
terdekat yaitu di sekitar wilayah kampus MIPA ini. Pepohonan yang semestinya
bisa dijadikan sebagai sumber oksigen, mengurangi polusi, dan peresapan air
melalui akarnya. Begitu pula dengan halaman yang semestinya ditumbuhi
rerumputan, sekarang ini telah dipasang konblok sehingga tempat peresapan air
menjadi berkurang. Baru-baru ini kampus MIPA telah membuat lubang resapan
biopori di beberapa titik yang nantinya akan sangat bermanfaat bagi lingkungan.
Sebagai mahasiswa biologi yang peduli dengan lingkungan maka membuat lubang
resapan biopori merupakan tindakan yang bagus.
Ketika disuatu kawasan memiliki banyak pepohonan, maka tidak selalu
mengartikan air yang terserap akan banyak/maksimal, karena permukaan tanah yang
tertutup lumut membuat air tidak dapat meresap ke tanah. Dengan demikian keseimbangan lingkungan yang harus terus menerus
dilestarikan dan dijaga pun semakin rusak dan tidak terkendali. Untuk itulah
diperlukan adanya gerakan pelestarian alam sekitar yang dilakukan secara
bersama-sama oleh semua pihak serta berkesinambungan. Oleh karena itu, salah satu cara yang dapat kita tempuh
untuk mencegah mengalirnya air hujan ke selokan yang kemudian terbuang percuma
ke laut lepas adalah dengan pembuatan lubang biopori resapan atau LBR.
Biopori dikatakan sebagai penyelamat lingkungan, karena biopori ini
memiliki segudang manfaat, antara lain :
a)
Mencegah banjir
Banjir sendiri telah menjadi bencana yang merugikan. Keberadaan lubang
biopori dapat menjadi jawaban dari masalah tersebut. Bayangkan bila setiap
rumah, kantor atau tiap bangunan memiliki biopori berarti jumlah air yang
segera masuk ke tanah tentu banyak pula dan dapat mencegah terjadinya banjir.
Pada dasarnya, biopori merupakan salah satu alternatif untuk mencegah banjir,
disamping itu kita dapat melakukan pembuangan sampah pada tempatnya, melakukan
tebang pilih, pembuatan saluran air, dll.
b) Mengatasi penumpukan sampah organik
Banyaknya sampah yang bertumpuk juga telah menjadi masalah tersendiri. Kita
dapat pula membantu mengurangi masalah ini dengan memisahkan sampah rumah
tangga kita menjadi sampah organik dan non organik. Pada kenyataannya kesadaran
masyarakat akan hal tersebut sangat rendah. Meskipun pembuangan sampah sudah
dikelompokan, namun di TPA sampah-sampah tersebut dicampur kembali sehingga
keefektifan pengelompokan sampah berkurang. Pengelolaan sampah di TPA pun
berjalan kurang efektif. Apabila sampah- sampah dibakar, maka akan menimbulkan
pencemaran udara karena akan menghasilkan karbon monoksida dimana pencemaran
tersebut akan membahayakan bagi kesehatan manusia. Untuk itu, sampah organik
dapat kita buang dalam lubang biopori yang kita buat. Disamping itu,
sampah-sampah yang menumpuk di TPA dapat berkurang. Sedangkan untuk sampah non
organik dapat dimanfaatkan kembali dengan cara daur ulang menjadi barang yang
lebih bermanfaat (plastik, kertas, besi, kaca, tembaga, dll)
c) Menjaga kebersihan lingkungan
Sampah kebun atau taman dapat dibuang di lubang biopori ini, sehingga
sampah tidak mengganggu kenyamanan mata.
d) Menyuburkan tanaman
Sampah organik yang kita buang di lubang biopori merupakan makanan untuk
organisme yang ada dalam tanah, dengan kata lain akan diuraikan oleh
dekomposer. Organisme tersebut dapat membuat sampah menjadi kompos yang merupakan
pupuk bagi tanaman di sekitarnya.
e) Meningkatkan kualitas air tanah
Organisme dalam tanah mampu membuat sampah menjadi mineral-mineral yang
kemudian dapat larut dalam air. Hasilnya, air tanah menjadi berkualitas karena
mengandung banyak mineral- mineral yang berguna.
f) Menjaga keanekaragaman hayati di dalam tanah
Fauna yang hidup dibawah tanah dapat bertahan hidup dengan mendapatkan
makanan dari sampah organik. Jadi adanya simbiosis mutualisme antara fauna
bawah tanah dengan manusia.
g) Mendukung penghijauan
Dalam keadaan tanah yang subur karena banyaknya kandungan mineral (zat
hara) maka secara tidak langsung akan menyuburkan tanaman yang ditanam dalam
rangka penghijauan.
h) Mengurangi emisi gas rumah kaca
Ketika penghijauan telah berjalan dengan baik, maka gas-gas berbahaya dapat
dikurangi karena pepohonan mengambil karbondioksida dan mengubahnya menjadi
oksigen, sehingga udaranya menjadi sejuk.
i) Meningkatkan cadangan air dalam tanah
Pori-pori
yang dibuat fauna bawah tanah akan mengalirkan air hujan. Air hujan yang
terserap tidak akan membuat tanah mejadi lunak, namun akan tersimpan menjadi
cadangan air tanah.
j)
Pembuatan
kompos (Penyubur tanah)
Sampah ini akan dijadikan sebagai sumber energi
bagi organisme tanah untuk melakukan kegiatannya melalui proses dekomposisi.
Sampah yang telah didekompoisi inilah yang dikenal sebagai kompos (kurun waktu 1 tahun). Kompos ini bisa diambil, namun jangan terlampau
sering karena akan mengganggu aktifitas fauna tanah sehingga sampah organik
belum terdekomposisi.
Kampus
MIPA ini telah dan masih mengupayakan pembuatan kompos yang berasal dari
sampah-sampah organik (dedaunan dan hewan yang mati). Program ini dicanangkan
oleh salah satu guru biologi yang mengaplikasikan ilmunya.
Pada dasarnya sampah organik apapun seperti bangkai bisa dimasukkan ke
dalam lubang ini. Namun, sebaiknya jangan diletakkan paling atas, karena akan
mengundang bau, jadi diletakkan di lubang tengah atau bawah lalu ditutup dengan
sampah dedaunan.
Lubang resapan biopori ini tidak akan dimasuki lalat, karena posisinya
vertikal, dan lalat tidak dapat terbang vertikal. Disamping itu, tikus tidak
akan masuk karena lubangnya sempit, dan tikus tidak dapat keluar dengan posisi
mundur.
Cara
pembuatan biopori ini tidaklah membutuhkan biaya yang tinggi.
1. Membuat lubang dengan
diameter 10 cm dan kedalaman kurang lebih 100-150 cm. Pembuatan lubang ini bisa dilakukan dengan alat khusus buatan IPB,
namun dapat pula secara manual menggunakan alat sederhana.
2. Membuat jarak antar lubang 50-100 cm
3. Mengisi lubang dengan
sampah organik (misalnya sampah dapur atau sampah dedaunan/kebun)
4. Menambahkan sampah organik ke
dalam lubang yang isinya sudah berkurang dan menyusut akibat proses pelapukan
5. Menutup lubang paling atas menggunakan sampah organik yang tidak
mengundang datangnya lalat, ataupun memberikan penutup lubang yang sebaiknya non
permanen.
6. Contoh alat :
Pembuatan lubang ini disarankan untuk tidak melebihi satu meter,
karena apabila lubangnya terlalu dalam, cacing dan fauna tanah lainnya akan
kekurangan oksigen, sehingga mati dan tidak terjadi penguraikan sampah organik
tersebut.
Biopori ini
sangatlah memiliki nilai manfaat yang besar, apabila diterapkan di lingkungan
kita. Marilah kita menjaga lingkungan mulai dari hal yang kecil, mulai dari
sendiri, dan mulai dari sekarang.
Bayangkan bumi kita ini yang sudah tertutup semen dan beton, bagaimana
keadaan tanah di bawahnya ? Bagaimana tanaman dan pohon bisa tumbuh dengan baik
di tanah yang gersang ? Bagaimana kalau tanah di bawah rumah kita begitu
keringnya ? Dan air hujan yang seharusnya jadi berkah malah terbuang dan
menjadi bencana.
Dengan membuat lubang resapan biopori, maka secara tidak langsung akan
membantu menyelamatkan lingkungan.
Kompos merupakan pupuk organik yang merupakan hasil pembusukan
atau dekomposisi dari bahan-bahan organik (tanaman, hewan, limbah organik).
Kompos sering dinamakan dengan pupuk organik karena berasal dari bahan organik.
Kompos berguna untuk memperbaiki struktur tanah, zat makanan yang diperlukan
oleh tumbuhan akan tersedia. Mikroba yang ada di dalam kompos akan membantu
penyerapan zat makanan yang dibutuhkan tanaman. Secara alami, sampah organik
akan mengalami penguraian oleh dekomposer, enzim, dan jamur. Proses ini
membutuhkan kondisi khusus yaitu suhu, udara, dan kelembaban. Semakin cocok
kondisinya, maka akan semakin cepat terbentuknya kompos, misalnya dalam waktu
4-6 minggu. Apabila sampah organik ditimbun begitu saja, maka dalam kurun waktu
berbulan-bulan baru akan menjadi kompos. Ketika proses pengomposan akan timbul
panas yang disebabkan oleh aktivitas mikroba, yaitu memakan kemudian
mengubahnya menjadi kompos.
Pengaturan
suhu merupakan faktor penting dalam pengomposan. Salah satu faktor yang sangat
menentukan suhu adalah tingginya tumpukan. Tumpukan lahan yang terlalu rendah
akan berakibat cepatnya kehilangan panas. Ini disebabkan tidak adanya cukup
material untuk menahan panas yang dilepaskan sehingga mikroorganisma tidak akan
berkembang secara wajar. Sebaliknya bila timbunan terlalu tinggi, akan terjadi
kepadatan bahan organic yang diakibatkan oleh berat bahan sehingga suhu menjadi
sangat tinggi dan tidak ada udara di dalam timbunan. Tinggi timbunan yang
memenuhi syarat adalah 1,2 m -
2,0 meter dan suhu
ideal selama proses pengomposan adalah 40 0C-50 0C. Apabila
terlalu panas, maka sebaiknya dibolak balik setiap 7 hari.
Pembuatan
kompos ini membutuhkan komposter yaitu drum bekas dan sampah-sampah rumah
tangga (organik). Pada bagian dasar diberi alas berupa tanah atau paving block
supaya air dapat meresap ke dalam tanah, karena sampah akan mengeluarkan
kelebihan air. Kelembaban udara perlu diperhatikan dengan cara memberi penutup
dengan karung goni atau anyaman bambu (30-50%). Menambahkan bahan-bahan kering
yang kasar seperti jerami dan daun diperlukan untuk menyerap kelembaban yang
berlebihan. Drum tempat pengomposan ini sebaiknya diletakkan di bawah atap
supaya tidak terkena air hujan. Pemilihan /peletakan tempat pengomposan harus
diperhatikan untuk memilih tempat yang banyak mengandung oksigen. Tumpukan
sampah yang terlalu padat dan basah akan menyebabkan kekurangan oksigen di
dalam tumpukan tersebut. Oleh sebab itu, diperlukan pengadukan tumpukan
sehingga dapat teraliri udara.
Cara
sederhana dalam melakukan pengomposan:
a. Mencampur 1
bagian sampah hijau dengan 1 bagian sampah coklat
b. Menambahkan
1 bagian kompos lama atau lapisan tanah atas, kemudian dicampur. Tanah atau
mikroba ini mengadung mikroba aktif yang akan mengubah sampah menjadi kompos.
c. Menambahkan
kotoran ternak (ayam, sapi, kambing, dll)
d. Menambahkan
bio-activator berupa larutan effective microorganism (EM)
e. Menambahkan
sampah 2 hari sekali (kalau perlu)
f.
Mengaduknya setiap 7 hari
g. Pada minggu
ke-1 dan ke-2 mikroba mulai bekerja menguraikan sampah dan minggu ke-5 dan ke-6
kompos sudah mulai terbentuk.
h. Mengayak
bagian kasar dan halus pada kompos. Kompos yang kasar dapat dimasukkan ke dalam
bak pengomposan sebagai aktivator
Untuk
mempercepat terjadinya proses pengomposan, maka pH timbunan harus diusahakan
tidak terlalu rendah. Namun, pH timbunan yang rendah dapat dicegah dengan
pemberian kapur, abu dapur atau abu kayu. Ciri-ciri bahwa sampah telah berubah
menjadi kompos yaitu : bentuknya telah berubah menyerupai tanah remah warna
kehitaman, diremas rapuh dan suhu berkisar 30-35 0C.
DAFTAR
PUSTAKA
Tim biopori. 2011. Biopori . Diakses dari www.biopori.com pada tanggal 21 Mei 2011 pada pukul 20.00
WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar