Rabu, 06 Juni 2012

Biopori


Istilah biopori sudah tidak asing lagi di telinga kita. Biopori merupakan lubang-lubang kecil pada tanah yang terbentuk akibat aktivitas organisme dalam tanah seperti cacing, pergerakan akar-akar dalam tanah, rayap dan fauna tanah lainya. Lubang tersebut akan berisi udara dan menjadi jalur mengalirnya air. Biopori bukanlah suatu penemuan baru, karena biopori adalah lubang atau rongga dalam tanah yang terbentuk secara alami. Dewasa ini, lahan sebagai tempat resapan biopori semakin berkurang., disertai dengan penggunaan air tanah yang sangat berlebihan menyebabkan penurunan permukaan tanah serta mengakibatkan sulitnya untuk mendapatkan air berkualitas baik dan cukup.
 Di daerah perkotaan, keberadaan pepohonan semakin tergusur oleh bangunan-bangunan sehingga lubang biopori menjadi semakin langka. Contoh terdekat yaitu di sekitar wilayah kampus MIPA ini. Pepohonan yang semestinya bisa dijadikan sebagai sumber oksigen, mengurangi polusi, dan peresapan air melalui akarnya. Begitu pula dengan halaman yang semestinya ditumbuhi rerumputan, sekarang ini telah dipasang konblok sehingga tempat peresapan air menjadi berkurang. Baru-baru ini kampus MIPA telah membuat lubang resapan biopori di beberapa titik yang nantinya akan sangat bermanfaat bagi lingkungan. Sebagai mahasiswa biologi yang peduli dengan lingkungan maka membuat lubang resapan biopori merupakan tindakan yang bagus.
Ketika disuatu kawasan memiliki banyak pepohonan, maka tidak selalu mengartikan air yang terserap akan banyak/maksimal, karena permukaan tanah yang tertutup lumut membuat air tidak dapat meresap ke tanah. Dengan demikian keseimbangan lingkungan yang harus terus menerus dilestarikan dan dijaga pun semakin rusak dan tidak terkendali. Untuk itulah diperlukan adanya gerakan pelestarian alam sekitar yang dilakukan secara bersama-sama oleh semua pihak serta berkesinambungan. Oleh karena itu, salah satu cara yang dapat kita tempuh untuk mencegah mengalirnya air hujan ke selokan yang kemudian terbuang percuma ke laut lepas adalah dengan pembuatan lubang biopori resapan atau LBR.



Biopori dikatakan sebagai penyelamat lingkungan, karena biopori ini memiliki segudang manfaat, antara lain :
a)     Mencegah banjir
Banjir sendiri telah menjadi bencana yang merugikan. Keberadaan lubang biopori dapat menjadi jawaban dari masalah tersebut. Bayangkan bila setiap rumah, kantor atau tiap bangunan memiliki biopori berarti jumlah air yang segera masuk ke tanah tentu banyak pula dan dapat mencegah terjadinya banjir. Pada dasarnya, biopori merupakan salah satu alternatif untuk mencegah banjir, disamping itu kita dapat melakukan pembuangan sampah pada tempatnya, melakukan tebang pilih, pembuatan saluran air, dll.
b)     Mengatasi penumpukan sampah organik
Banyaknya sampah yang bertumpuk juga telah menjadi masalah tersendiri. Kita dapat pula membantu mengurangi masalah ini dengan memisahkan sampah rumah tangga kita menjadi sampah organik dan non organik. Pada kenyataannya kesadaran masyarakat akan hal tersebut sangat rendah. Meskipun pembuangan sampah sudah dikelompokan, namun di TPA sampah-sampah tersebut dicampur kembali sehingga keefektifan pengelompokan sampah berkurang. Pengelolaan sampah di TPA pun berjalan kurang efektif. Apabila sampah- sampah dibakar, maka akan menimbulkan pencemaran udara karena akan menghasilkan karbon monoksida dimana pencemaran tersebut akan membahayakan bagi kesehatan manusia. Untuk itu, sampah organik dapat kita buang dalam lubang biopori yang kita buat. Disamping itu, sampah-sampah yang menumpuk di TPA dapat berkurang. Sedangkan untuk sampah non organik dapat dimanfaatkan kembali dengan cara daur ulang menjadi barang yang lebih bermanfaat (plastik, kertas, besi, kaca, tembaga, dll)
c)      Menjaga kebersihan lingkungan
Sampah kebun atau taman dapat dibuang di lubang biopori ini, sehingga sampah tidak mengganggu kenyamanan mata.
d)     Menyuburkan tanaman
Sampah organik yang kita buang di lubang biopori merupakan makanan untuk organisme yang ada dalam tanah, dengan kata lain akan diuraikan oleh dekomposer. Organisme tersebut dapat membuat sampah menjadi kompos yang merupakan pupuk bagi tanaman di sekitarnya.
e)     Meningkatkan kualitas air tanah
Organisme dalam tanah mampu membuat sampah menjadi mineral-mineral yang kemudian dapat larut dalam air. Hasilnya, air tanah menjadi berkualitas karena mengandung banyak mineral- mineral yang berguna.
f)       Menjaga keanekaragaman hayati di dalam tanah
Fauna yang hidup dibawah tanah dapat bertahan hidup dengan mendapatkan makanan dari sampah organik. Jadi adanya simbiosis mutualisme antara fauna bawah tanah dengan manusia.
g)     Mendukung penghijauan
Dalam keadaan tanah yang subur karena banyaknya kandungan mineral (zat hara) maka secara tidak langsung akan menyuburkan tanaman yang ditanam dalam rangka penghijauan.
h)     Mengurangi emisi gas rumah kaca
Ketika penghijauan telah berjalan dengan baik, maka gas-gas berbahaya dapat dikurangi karena pepohonan mengambil karbondioksida dan mengubahnya menjadi oksigen, sehingga udaranya menjadi sejuk.
i)       Meningkatkan cadangan air dalam tanah
Pori-pori yang dibuat fauna bawah tanah akan mengalirkan air hujan. Air hujan yang terserap tidak akan membuat tanah mejadi lunak, namun akan tersimpan menjadi cadangan air tanah.
j)       Pembuatan kompos (Penyubur tanah)
Sampah ini akan dijadikan sebagai sumber energi bagi organisme tanah untuk melakukan kegiatannya melalui proses dekomposisi. Sampah yang telah didekompoisi inilah yang dikenal sebagai kompos (kurun waktu 1 tahun). Kompos ini bisa diambil, namun jangan terlampau sering karena akan mengganggu aktifitas fauna tanah sehingga sampah organik belum terdekomposisi.
Kampus MIPA ini telah dan masih mengupayakan pembuatan kompos yang berasal dari sampah-sampah organik (dedaunan dan hewan yang mati). Program ini dicanangkan oleh salah satu guru biologi yang mengaplikasikan ilmunya.


            Gambar : biopori, diambil dari www.biopori.com

Pada dasarnya sampah organik apapun seperti bangkai bisa dimasukkan ke dalam lubang ini. Namun, sebaiknya jangan diletakkan paling atas, karena akan mengundang bau, jadi diletakkan di lubang tengah atau bawah lalu ditutup dengan sampah dedaunan.
Lubang resapan biopori ini tidak akan dimasuki lalat, karena posisinya vertikal, dan lalat tidak dapat terbang vertikal. Disamping itu, tikus tidak akan masuk karena lubangnya sempit, dan tikus tidak dapat keluar dengan posisi mundur.

Cara pembuatan biopori ini tidaklah membutuhkan biaya yang tinggi.
1.      Membuat lubang dengan diameter 10 cm dan kedalaman kurang lebih 100-150 cm. Pembuatan lubang ini bisa dilakukan dengan alat khusus buatan IPB, namun dapat pula secara manual menggunakan alat sederhana.
2.      Membuat jarak antar lubang 50-100 cm
3.      Mengisi lubang dengan sampah organik (misalnya sampah dapur atau sampah dedaunan/kebun)
4.      Menambahkan sampah organik ke dalam lubang yang isinya sudah berkurang dan menyusut akibat proses pelapukan
5.      Menutup lubang paling atas menggunakan sampah organik yang tidak mengundang datangnya lalat, ataupun memberikan penutup lubang yang sebaiknya non permanen.
6.      Contoh alat : 

Pembuatan lubang ini disarankan untuk tidak melebihi satu meter, karena apabila lubangnya terlalu dalam, cacing dan fauna tanah lainnya akan kekurangan oksigen, sehingga mati dan tidak terjadi penguraikan sampah organik tersebut.

Biopori ini sangatlah memiliki nilai manfaat yang besar, apabila diterapkan di lingkungan kita. Marilah kita menjaga lingkungan mulai dari hal yang kecil, mulai dari sendiri, dan mulai dari sekarang.
Bayangkan bumi kita ini yang sudah tertutup semen dan beton, bagaimana keadaan tanah di bawahnya ? Bagaimana tanaman dan pohon bisa tumbuh dengan baik di tanah yang gersang ? Bagaimana kalau tanah di bawah rumah kita begitu keringnya ? Dan air hujan yang seharusnya jadi berkah malah terbuang dan menjadi bencana.
Dengan membuat lubang resapan biopori, maka secara tidak langsung akan membantu menyelamatkan lingkungan.
Kompos merupakan pupuk organik yang merupakan hasil pembusukan atau dekomposisi dari bahan-bahan organik (tanaman, hewan, limbah organik). Kompos sering dinamakan dengan pupuk organik karena berasal dari bahan organik. Kompos berguna untuk memperbaiki struktur tanah, zat makanan yang diperlukan oleh tumbuhan akan tersedia. Mikroba yang ada di dalam kompos akan membantu penyerapan zat makanan yang dibutuhkan tanaman. Secara alami, sampah organik akan mengalami penguraian oleh dekomposer, enzim, dan jamur. Proses ini membutuhkan kondisi khusus yaitu suhu, udara, dan kelembaban. Semakin cocok kondisinya, maka akan semakin cepat terbentuknya kompos, misalnya dalam waktu 4-6 minggu. Apabila sampah organik ditimbun begitu saja, maka dalam kurun waktu berbulan-bulan baru akan menjadi kompos. Ketika proses pengomposan akan timbul panas yang disebabkan oleh aktivitas mikroba, yaitu memakan kemudian mengubahnya menjadi kompos.
Pengaturan suhu merupakan faktor penting dalam pengomposan. Salah satu faktor yang sangat menentukan suhu adalah tingginya tumpukan. Tumpukan lahan yang terlalu rendah akan berakibat cepatnya kehilangan panas. Ini disebabkan tidak adanya cukup material untuk menahan panas yang dilepaskan sehingga mikroorganisma tidak akan berkembang secara wajar. Sebaliknya bila timbunan terlalu tinggi, akan terjadi kepadatan bahan organic yang diakibatkan oleh berat bahan sehingga suhu menjadi sangat tinggi dan tidak ada udara di dalam timbunan. Tinggi timbunan yang memenuhi syarat adalah 1,2 m - 2,0 meter dan suhu ideal selama proses pengomposan adalah 40 0C-50 0C. Apabila terlalu panas, maka sebaiknya dibolak balik setiap 7 hari.
Pembuatan kompos ini membutuhkan komposter yaitu drum bekas dan sampah-sampah rumah tangga (organik). Pada bagian dasar diberi alas berupa tanah atau paving block supaya air dapat meresap ke dalam tanah, karena sampah akan mengeluarkan kelebihan air. Kelembaban udara perlu diperhatikan dengan cara memberi penutup dengan karung goni atau anyaman bambu (30-50%). Menambahkan bahan-bahan kering yang kasar seperti jerami dan daun diperlukan untuk menyerap kelembaban yang berlebihan. Drum tempat pengomposan ini sebaiknya diletakkan di bawah atap supaya tidak terkena air hujan. Pemilihan /peletakan tempat pengomposan harus diperhatikan untuk memilih tempat yang banyak mengandung oksigen. Tumpukan sampah yang terlalu padat dan basah akan menyebabkan kekurangan oksigen di dalam tumpukan tersebut. Oleh sebab itu, diperlukan pengadukan tumpukan sehingga dapat teraliri udara.
Cara sederhana dalam melakukan pengomposan:
a.       Mencampur 1 bagian sampah hijau dengan 1 bagian sampah coklat
b.      Menambahkan 1 bagian kompos lama atau lapisan tanah atas, kemudian dicampur. Tanah atau mikroba ini mengadung mikroba aktif yang akan mengubah sampah menjadi kompos.
c.       Menambahkan kotoran ternak (ayam, sapi, kambing, dll)
d.      Menambahkan bio-activator berupa larutan effective microorganism (EM)
e.       Menambahkan sampah 2 hari sekali (kalau perlu)
f.        Mengaduknya setiap 7 hari
g.       Pada minggu ke-1 dan ke-2 mikroba mulai bekerja menguraikan sampah dan minggu ke-5 dan ke-6 kompos sudah mulai terbentuk.
h.      Mengayak bagian kasar dan halus pada kompos. Kompos yang kasar dapat dimasukkan ke dalam bak pengomposan sebagai aktivator
Untuk mempercepat terjadinya proses pengomposan, maka pH timbunan harus diusahakan tidak terlalu rendah. Namun, pH timbunan yang rendah dapat dicegah dengan pemberian kapur, abu dapur atau abu kayu. Ciri-ciri bahwa sampah telah berubah menjadi kompos yaitu : bentuknya telah berubah menyerupai tanah remah warna kehitaman, diremas rapuh dan suhu berkisar 30-35 0C.
       
DAFTAR PUSTAKA

Tim biopori.  2011. Biopori . Diakses dari www.biopori.com pada tanggal 21 Mei 2011 pada pukul 20.00 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar